A.
PENILAIAN RESIKO
Perencanaan
audit harus disusun dengan mempertimbangkan resiko yang dihadapi organisasi
yang akan diauditnya. Dalam hal ini, auditor internal harus memanfaatkan output
dari hasil penilaian resiko dalam perancangan program audit. Oleh karena itu,
auditor perlu memahami proses berikut alat yang digunakan dalam penilaian
resiko tersebut.
Yang
dimaksud dengan penilaian resiko adalah kegiatan identifikasi dan analisis
terhadap resiko yang relevan dalam upaya pencapaian tujuan organisasi sebagai
dasar untuk menentukan cara pengelolaan resiko tersebut. Penilaian resiko
tersebut penting untuk dilakukan sebab kondisi perekonomian, industri, regulasi,
dan operasional organisasi terus berubah, perubahan tersebut meliputi:
Adanya
regulasi yang baru pada bidang perpajakan, ketenaga-kerjaan, ekspor-import, Masuknya
kompetitor baru ke industri dimana perusahaan berada, Kompetitor mengenalkan
produk baru, dan Penggunaan teknologi baru.
Dalam
kerangka pengendalian internal, manajemen harus melakukan penilaian risiko yang
dihadapi organisasinya, sehingga dapat menerapkan bentuk/ prosedur pengendalian
yang tepat. Auditor internal berkepentingan untuk menilai pengendalian yang ada
pada aktivitas/ operasional organisasi, sehingga bila resiko teridentifikasi,
maka auditor dapat menentukan prosedur pengendalian yang seharusnya ada untuk
memastikan bahwa tujuan organisasi dapat tercapai, dan bila resiko tersebut
tidak tertangani dengan baik, maka auditor dapat menentukan rekomendasi yang
tepat bagi manajemen untuk memperbaiki pengendalian/ operasionalnya.
Lebih
spesifik, dalam konteks audit keuangan, penilaian risiko berguna untuk
menentukan resiko audit. Resiko audit diartikan sebagai tingkat ketidakpastian
tertentu yang dapat diterima auditor dalam pelaksanaan auditnya, seperti
ketidakpastian validitas dan reliabilitas bukti audit dan ketidakpastian
mengenai efektivitas pengendalian internal. Umumnya resiko tersebut sulit
diukur, sehingga perlu ketelitian dan kehati-hatian. Resiko audit terdiri atas
resiko inheren/ bawaan, resiko pengendalian, dan pendeteksian.
1.
Resiko Inheren
Resiko
inheren berkenaan dengan kemungkinan
adanya kekeliruan dalam segmen audit yang melampaui batas toleransi sebelum
memper-hitungkan faktor efektivitas pengendalian internal. Resiko inheren
adalah faktor kerentanan laporan keuangan terhadap kekeliruan yang material
dengan asumsi tidak adanya pengendalian internal. Oleh karena itu bila risiko
inheren tinggi, maka auditor harus mengumpulkan bukti audit yang lebih banyak.
Faktor-faktor
yang perlu ditelaah auditor dalam menetapkan risiko inheren adalah sifat bidang
usaha organisasi, integritas manajemen, motivasi manajemen, hasil audit sebelumnya,
hubungan istimewa, transaksi non rutin, dan kerentanan terhadap fraud.
2.
Resiko Pengendalian
Risiko
pengendalian berkenaan dengan kemungkinan adanya kekeliruan dalam segmen audit
yang melampaui batas toleransi yang tidak terdeteksi atau tidak dapat dicegah
oleh pengendalian internal. Resiko pengendalian dipengaruhi oleh faktor
efektivitas pengendalian internal, dan keandalan penetapan risiko yang
direncanakan (penetapan di bawah 100%), oleh karena itu bila resiko
pengendalian ditetapkan tinggi, maka auditor harus mengumpulkan bukti audit
yang lebih banyak.
3. Resiko Pendeteksian
Resiko
pendeteksian berkenaan dengan kemungkinan terjadinya kekeliruan dalam segmen
audit yang melampaui batas toleransi yang tidak terdeteksi karena pengujian
menggunakan uji petik, prosedur audit yang tidak tepat/ salah aplikasi,
kekeliruan interpretasi atas hasil implementasi prosedur audit. Guna
meminimalkan risiko pendeteksian, auditor harus mengembangkan perencanaan audit
secara tepat, dan melakukan supervisi atas pelaksanaan audit.
Konsep
audit berbasis risiko menempatkan kegiatan observasi dan analisis terhadap
pengendalian sebagai starting point, kemudian mengembangkan auditnya pada
bidang/ area yang memerlukan pengujian dan evaluasi lebih lanjut. Bila
pengendalian internal lemah (artinya risiko pengendalian tinggi), maka auditor
cenderung untuk memperluas ruang lingkup auditnya, sehingga dia memperoleh
kayakinan bahwa tanggungjawab auditnya dapat dilaksanakan sesuai dengan standar
profesional yang berlaku.
B.
PERENCANAAN AUDIT
1. Fungsi Perencana Audit
Sebelum
melaksanakan pekerjaan audit, terlebih dahulu auditor internal harus menyusun
rencana audit secara sistematis. Rencana audit tersebut berfungsi sebagai:
a.
Pedoman pelaksanaan audit,
b.
Dasar untuk menyusun anggaran,
c.
Alat untuk memperoleh partisipasi manajemen,
d.
Alat untuk menetapkan standar,
e.
Alat pengendalian, dan
f.
Bahan pertimbangan bagi akuntan publik yang diberi penugasan oleh perusahaan.
2. Hal-hal Yang Perlu Diperhatikan
Hal
yang harus dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan audit adalah:
a.
Masalah yang berkaitan dengan bisnis satuan usaha tersebut dan industri dimana
satuan usaha tsb beroperasi didalamnya,
b.
Kebijakan dan prosedur akuntansi satuan usaha tersebut,
c.
Metode yang digunakan oleh satuan usaha tersebut dalam mengolah informasi
akuntansi,
d.
Penetapan tingkta resiko pengendalian yang direncanakan,
e.
Pertimbangan awal tentang materialitas untuk tujuan audit,
f.
Pos laporan keuangan yang mungkin memerlukan penyesuaian.
g.
kondisi yang mungkin memerlukan perluasan atau pengubahan pengujian audit, dan
h.
Sifat audit yang dilaporkan akan diserahkan kepada pemberi tugas.
3. Isi Perencanaan Audit
Isi
audit plan (perencanaan audit) meliputi tiga hal pokok yang terdidi dari:
a.
Hal-hal mengenai client,
b.
Hal-hal yang mempengaruhi client, dan
c.
Rencana kerja Auditor.
4. Metode Dalam Perencanaan Audit
Secara
umum, rencana audit disusun setelah auditee ditetapkan. Yang dimaksud dengan
auditee adalah entitas organisasi, atau bagian/ unit organisasi, atau operasi
dan program termasuk proses, aktivitas dan kondisi tertentu yang diaudit.
Penyeleksian auditee dapat dilakukan dengan 3 (tiga) metode, yaitu:
a.
Systematic selection
Bagian
audit internal menyusun suatu jadwal audit tahunan yang berkenaan dengan audit
yang diperkirakan akan dilaksanakan. Secara tipikal jadwal tersebut
dikembangkan dengan mempertimbangkan risiko. Auditee potensial yang menunjukkan
tingkat risiko yang tinggi mendapat prioritas untuk dipilih.
b.
Ad Hoc Audits
Metode
ini digunakan dengan mempertimbangkan bahwa operasi tidak selalu berjalan tepat
seperti yang direncanakan. Manajemen dan dewan komisaris sering menugaskan
auditor internal untuk mengaudit bidang/ area fungsional tertentu yang dipandang
bermasalah. Dengan demikian manajemen dan dewan komisaris memilih auditee bagi
auditor internal.
c.
Auditee Requests
Beberapa
manajer merasa bahwa mereka memerlukan input dari auditor internal untuk
mengevaluasi kelayakan dan keefektifan pengendalian internal serta pengaruhnya
terhadap operasi yang berada di bawah supervisinya. Oleh karena itu, mereka
mengajukan permintaan untuk diaudit. Tetapi dalam hal ini auditor internal
tetap harus mempertimbangkan risiko dan prioritasnya.
5. Kegiatan Dalam Perencanaan Audit
Rencana
audit harus disusun dan didokumentasikan dengan baik dan meliputi
kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a.
Penetapan tujuan dan ruang lingkup audit
Secara
umum tujuan fungsi audit internal adalah untuk membantu manajemen dalam
mencapai akuntabilitasnya dan memberikan solusi alternatif utnuk memperbaiki
pengendalian manajemen. Secara individual, tujuan audit internal dapat
diklasifikasikan berdasarkan 3 (tiga) kategori aktivitas audit.
b.
Review atas file audit
Review
ini dilakukan dengan cara mempelajari kembali laporan-laporan dan informasi
dari file audit yang telah dilakaukan sebelumnya. Review ini bermanfaat untuk
mengenal sifat operasi sebagai bahan untuk melaksanakan survai pendahuluan.
c.
Menyeleksi tim audit
Kegiatan
ini dilakukan dengan mepertimbangkan beban tanggung-jawab yang akan dipikul
oleh masing-masing staf auditor, dan keahlian yang diperlukan untuk mengaudit
bidang-bidang tertentu.
d.
Komunikasi pendahuluan dengan auditee dan pihak lain yang berkepentingan
Kegiatan
ini dilakukan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang berkenaan dengan pekerjaan
yang akan dilakukan. Mengakomodasikan akses terhadap fasilitas, catatan dan
personal, serta untuk memperoleh informasi dari auditee atau pihak lain yang
terkait.
e.
Mempersiapkan program audit pendahuluan
Program
audit pendahuluan ini memuat informasi seperti sasaran dan tujuan, serta ruang
lingkup audit, pertanyaan-pertanyaan khusus yang harus terjawab selama audit
dilaksanakan, prosedur audit yang akan digunakan, dan bukti-bukti yang akan
diuji.
f.
Merencanakan laporan audit
Laporan
audit merupakan media untuk mengkomunikasikan hasil audit kepada pihak-pihak
yang berkepentingan dlam organisasi. Konsekuensinya, auditor harus mulai
berfikir mengenai bagaimana laporan akan disusun, kapan akan diberikan/
dikirimkan, dan siapa yang akan menerima laporan tersebut. Tujuannya adalah
untuk mengantisipasi detail (rincian) yang akan disajikan dalam laporan dan
untuk mengembangkan beberapa parameter dasar.
g.
Persetujuan atas program audit dari kepala bagian audit internal
Hal
ini dilakukan untuk membantu memastikan bahwa prosedur kerja mendukung tujuan,
sasaran, dan ruang lingkup audit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar